~ Ketika Kasih Menyapa Kita ~

Selasa, 16 September 2008

~ Ketika Kasih Menyapa Kita ~

Apakah kita berharga bagi oranglain??? Tentu saja : iya, karna setiap kita dianugrahi keunggulan karakter olehNya, meski juga terdapat kekurangan pada setiap diri kita. Adakalanya kita merasa tidak terlalu bearti bagi seseorang. Tapi seseorang itu merasa bahwa kehadiran kita sangat bearti dalam hidupnya. Atau bisa jadi sebaliknya, kita merasa telah begitu bearti bagi seseorang, tapi seseorang itu merasa biasa-biasa saja dengan kehadiran kita. Atau yang paling baik adalah manakala kita dan seseorang tersebut merasa sama-sama saling bearti satu sama lain.

Semoga dalam rangkaian hidup ini, kita tak kan pernah ada di posisi kedua. Posisi dimana ”aku diri” yang positif tetapi ”aku sosial” bernilai negatif. Posisi dimana kita telah merasa ’perfect” dalam segalanya (baik) tapi justru orang lain tak merasakan pengaruh yang positif atas kehadiran kita. Agar terhindar dari hal tersebut, sudah semestinya setiap kita melakukan ”hisab diri” (introspeksi diri) secara berkala. Atau sering-sering meminta orang lain untuk jujur terhadap diri kita. Dan setiap kita harus bisa menbangun komunikasi yang baik pada setiap orang-orang terdekat kita. Agar mereka merasa ’care” terhadap kita, hingga tak merasa segan memberikan teguran (kritik & saran) yang positif bagi kita.

Saya hanya ingin berbagi satu hal, tentang sepenggal romantika kehidupan bersama seseorang yang mungkin sekarang telah begitu dekat dengan saya. Saya lupa bagaimana persisnya untuk pertama kalinya Alloh mempertemukan kami. Satu hal yang pasti sudah hampir tahun saya dan juga dia saling mengenal dan seringkali bersama menggoreskan tinta di atas diari kehidupan yang sesungguhnya.

Saya dan juga dia pada awalnya seperti 2 sisi mata uang yang saling berbeda. Ia pendiam dan cenderung tertutup, sementara saya tak begitu. Ia cenderung takut untuk menyapa setiap orang yang ditemuinya, sementara saya cenderung familiar, ia cenderung egois dan manja, sementara saya justru sebaliknya. Secara fisik, Postur badan dan tingginya jauh melampaui saya. Tapi belakangan saya tau, ia memiliki IQ yang jauh lebih baik dari saya. Tapi entah bagaimana perbedaan2 itu akhirnya menjadi sebuah jalinan yang tak merugikan satu sama lain.

Awalnya dulu, dia yang begitu tertutup dengan hampir semua orang, tiba-tiba bisa begitu terbuka terhadap saya. Ia menceritakan hampir semuanya tentang kehidupannya, bahkan tentang kisah sedih dan suram di keluarganya. Sebagaimana juga saya terhadap yang selain dirinya, sejak saat itu saya berusaha ”care” dengannya. Berusaha selalu ada saat ia membutuhkan. Berusaha selalu ada ketika ia ingin didengarkan. Berusaha selalu menemaninya saat ia membutuhkan kebersamaan, berusaha berbagi motivasi saat ia tak sesemangat biasanya.

Di tengah perjalanan....saya merasa ada yang ”tidak baik” dengannya. Saya sadar ternyata
Apa yang saya usahakan untuknya...justru membuatnya terlalu bergantung terhadap saya, lebih manja dan egois. Selalu ingin diperhatikan, selalu ingin kita ada untuknya tanpa memperdulikan hak dan kewajiban saya terhadap oranglain. Bahkan ia seringkali menyatakan ketidaksukaannya manakala saya harus berbagi hati & waktu untuk rekan lainnya. Padahal prinsip saya , saya ingin memberikan pelayanan yang sama bukan hanya terhadapnya, tapi semua teman/ rekan saya tanpa memperlakukan spesial terhadap salah satu diantaranya. Saya ingin membangun hubungan yang baik terhadap siapapun. Dan sya juga ingin begitu juga dengannya. Tapi ternyata tidak begitu dengannya. Satu lagi yang membuat hati saya berontak, ia selalu dan selalu berusaha bersama saya. Menginap di rumah misalnya..Pada dasarnya saya senang terhadap siapapun yang ingin menginap di rumah. Tapi jika terlalu sering dan banyak menghabiskan waktu hanya untuk obrolan saja, maka akan ada aktivitas saya yang terlalaikan.

Sungguh saat itu saya merasa sangat bersalah dengannya. Karna ternyata kehadiran dan kedekatan yang saya bangun terhadapnya justru menjadikan pribadi tak sedewasa yang saya harapkan. Maka sejak saat itu saya berusaha merubah pola hubungan dengannya. Saya berusaha menjauh. Meniminimalkan pertemuan dengannya, menjawab sms& telfonnya seperlunya, dan berusaha cuek terhadapnya. Semuanya saya lakukan dengan satu tujuan : merubah sifat negatifnya , agar tak manja dan egois, dan membangun kedekatan dengan banyak orang agar tak terfokus dengan satu orang : saya.


Selama beberapa bulan rencana itu saya jalankan dengan sempurna, tanpa perlu mengkomunikasikan dengannya. Tapi ternyata ia menanggapinya negatif. Ia Tak berubah.
Ternyata ada yang salah dengan cara saya. Saya salah karena tak mengkomunikasikan secara baik dengannya. Sehingga ia justru tertekan dengan sikap saya yang berbeda jauh dengan hari-hari biasanya. Selang berapa lama setelah terdesak olehnya saya mencoba mengkomunikasikannya secara baik. Beberapa hari berselang sepertinya ia mulai bisa menerima dan mencoba mengoreksi diri...dan mulai mengurangi intensitas pertemuan, sms & juga telfon. Alhamdulillah...

Hanya saja seiring berjalannya waktu kadang ia kembali ke sikapnya yang semula. Dan kondisi demikian seringkali berulang. Jika sudah begitu saya berusaha memeperlakukannya sewajarnya, atau bahkan terkadang terkesan cuek dan bahkan tak memeperdulikan kehadirannya..(.He..he..., sadis juga yah??). Tapi lagi-lagi dengan satu tujuan agar dia bisa korektif dengan sikapnya yang seringkali menurut saya terlalu berlebihan dalam mengekspresikan ”sayang & perhatiannya”. Ia terlalu baik, rasanya tak ada, permintaan saya yang ditolaknya dalam bentuk jasa misalnya, ia selalu bersedia menjemput atau menghantar saya ke suatu tempat. Dia bahkan selalu ada saat saya membutuhkan pertolongannya. Hampir sempurna nilainya. Satu lagi dia paling murah hati jika harus berbagi materi. Rasanya sudah tak terhitung lagi kebaikan-kebaikan atau sikap yang menunjukkan perlakuan khusus untuk saya. Tapi entah mengapa saya merasa tak nyaman dengan semua perlakuannya. Hampir semuanya berlebihan. Meski Rasulullah telah menganjurkan kepada kita untuk dapat mengungkapkan perasaan cinta kita terhadap saudara muslim lainnya. Demikian juga dengan ungkapan sayang. Bahwa memang benar adanya : ”barang siapa yang tidak menyayangi, maka tidak akan disayangi ”. Tapi sekali lagi saya tetap merasa ”enggan” pada kondisi saat itu.

Alhamdulillah...Waktu yang terus berjalan...memproses persahabatan kami menjadi lebih baik.....Ia mulai dewasa, mulai bisa memahami segala kondisi yang tak mengenakan hatinya. Manjanya tak sesering dulu. Egoisnya juga semakin luruh oleh waktu...Bahkan negatif thinkingnya menghilang tanpa bekas.....:)
Begitu juga dengan saya...Kini saya sadar sepenuhnya bahwa semua kebaikan yang dilakukannya penuh ketulusan dan tanpa mengharap balas atas smuanya...Saya sadar sepenuhnya bahwa semua yang dilakukannya adalah buah kasih sayang yang begitu putih di hatinya........

Begitu banyak surat-surat hatinya yang ia kirimkan...meski kami seringkali bertemu.....
Karna dia memang sulit mengungkapkan hati dengan lisan....begitulah....
Ada satu surat terakhir yang baru saya terima sebulan yang lalu tepat di hari milad saya...
Surat yang begitu mengesankan...tak kalah mengesankan dengan surat-suratnya terdahulu...

Pa kabar mba’ ku tersayang? Semoga kasih sayang itu tak kan pernah pudar dimakan usia…..semoga kenangan indah bersama mba’ tak kan pernah luput dari ingatan..
Orang yang selalu memberiku motivasi…orang yang sabar…orang yang lembut….sehingga susah untuk mengungkapkan kekurangannmu….

Terima kasih atas kesabaranmu menjadi teman untukku…
Terimakasih sudah beredia mendengar semua keluh kesahku..
Terimakasih telah menjadi tempat untukku belajar dewasa...
Tapi memang diri ini terlalu nakal...sehingga selalu menyakiti dirimu.......

Met Milad yang ke 23..Semoga tambah sukses di dunia maupun akhirat..
Selamat juga atas gelar yang diraih : Agus Triningsih, S.Si

Trimakasih atas semua yang telah mba’ berikan untukku...
Semoga Alloh memberikan kesempatan kepada saya untuk membalas semuanya....
Minimal sama dengan yang mba’ berikan...:)

Dari sekian banyak suratnya....tak ada satu pun yang terbalas...
Tapi melalui blog ini saya akan menjawab semua surat-suratnya, hanya dengan deretan kalimat berikut :

”De..’jika hujan turun deras & lama, cobalah untuk keluar.....
Hitung & rasakan tiap tetes hujan yang membasahi dirimu...
Sebanyak itulah mba bersyukur pnya adik spertimu.”

”met milad....smoga engkau akan benar-benar segera mengakhiri kesendirianmu...
Semoga sayang yang kita miliki tak hanya sampai di sini...tapi hingga nanti di tempat sebenar-benarnya kita hidup....”



September 2008..
”Mba’ persembahkan tulisan ini...dengan sepenuh sayang di hati...
Maaf untuk ”sayang” yang belum sempat terbalas...”