Jumat, 13 Februari 2009
~ Mengarungi rasa dalam “asa “ ~
Bagi saya ”guru” adalah profesi yang paling mulia dan mengesankan selain. Sebab itu guru adalah harapan dan cita-cita saya sejak kecil. Namun sayang karena faktor peluang dan takdirNya, latar belakang pendidikan terakhir saya bukan keguruan. Kondisi tersebut tak sama sekali memupuskan harapan saya. Ada banyak jalan menuju Roma, ada banyak jalan juga menuju harapan itu. Saya tetap memupuk harapan itu dengan menyalurkan minat saya di berbagai kesempatan. Saya memulainya dengan menjadi Pembina pramuka, guru TPA, guru privat serta guru di JARIMATIKA center Pontianak. Saya merasa senang dan nyaman bercengkerama dengan anak-anak. Hingga akhirnya saya tau bahwa guru dan anak-anak adalah dua bagian yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan saya, dua hal yang begitu saya cintai.
Akhir Juli 2008, saya mendapatkan tawaran mengajar di TKIT AL KARIMA Pontianak. Sebuah tawaran yang tak pernah terbayangkan dan terfikirkan sebelumnya. Menghadapi anak-anak di usianya yg masih dini dengan berbagai karakter dan kemanjaannya tanpa kapasitas keilmuan yang memadai…(Ehmm….gimana yah?????)….
Tapi demi kecintaan saya pada anak-anak dan profesi tersebut, tanpa ba..bi..bu..lagi, dan tanpa ragu sedikitpun saya menerima tawaran tersebut. Saat itu saya merasa bahwa kesempatan tersebut adalah salah satu anugrah terindah yang Alloh berikan. Karna sungguh..tak semua diri mendapat kepercayaan yang begitu besar. Bayangkan saja…tak ada jaminan apapun atas kemampuan dan kapasitas pengetahuan saya dalam menghadapi anak kecuali beberapa pengalaman mengajar saya.
Hari perdana mengajar di sekolah pun tiba juga. Senin, 28 Juli 2008 tanpa persiapan yang matang, hanya bermodalkan ulasan senyum, keramahtamahan, dan spesial semangat 45 saya siap bertempur di ‘medan’ yang belum sama sekali saya kenali. Sepekan itu saya benar-benar hanya ingin menjadi pembelajar, pengamat atau sekedar penggembira di kelas. Sepekan penuh saya ingin belajar banyak dari guru di kelas tersebut. Hari pertama pun sukses terlalui dengan begitu sempurna sesuai dengan rencana saya. Hari itu saya pulang dengan hati seluas samudra sembari sesekali tersenyum mengingat pola tingkah anak yang menggelikan hati….
Hari kedua, Selasa 29 Juli 2008 saya masih berangkat ke sekolah dengan modal yang sama : ulasan senyum, kelembutan, kasihsayang, dan semangat 45. Tapi semangat saya tak lagi 45 bahkan menurun sangat drastis. Kenapa coba?? Karna guru kelas berhalangan hadir. Wuih..hati ini mendadak kembang kempis tak menentu rasanya..., Bagaimana mungkin saya mengendalikan seisi kelas hanya dengan pengalaman 1 hari sebelumnya???...anak-anak yang beraneka rasa...ups maksudnya yang beraneka gaya, jobdiskribtion yang masih samar-samar terpahami. Tapi ga’ ada alternatif lain, kelas must be go on. Meski samar-samar, saya masih bisa mendengar teriakan hati saat itu : ”Ayoooo kamu bisa!!! Semangat !!!”. Dengan perlahan namun pasti saya memasuki ”laboratorium” tersebut. Ehmm... ternyata nikmat banget, kelas menjadi milik saya sepenuhnya.
Dan acara pertama pun selesai, baca do’a, hafalan surat, hadist. Anak-anak mengikuti dengan antusias meski dengan gerak bebas yang tak beraturan. It’s OK! Never mind. Nah acara kedua di mulai : ”menyanyikan lagu wajib nasional” eh...maksudnya menyanyikan lagu-lagu wajib mereka. Saat itu ada perperangan yang hebat di hati saya..Bayangin aja, waktu di kampus klo akhwat nyanyi ga’ boleh ada ikhwan, waktu lomba nasyid akhwat, ga’ ada seorang ikhwan pun yang boleh ngintip, makanya semua celah kudu ditutup dengan koran atau kain penutup. Pokoknya area itu harus steril dari ikhwan deh. Nah di sekolah ini ada 2 orang ikhwan yang juga guru di sekolah yang sama. Nah, klo nyanyi suara kita kudu pake volume terbesar agar bisa menarik perhatian anak-anak. Tapi resikonya ikhwan itu pasti denger dunk...Bukan apa-apa sih.. selain ga’ biasa, malu banget jika harus terdengar, masalahnya suara saya ga’ lebih bagus dari suara para kodok yang menantikan kehadiran hujan...tuh jelek banget kan???. Tapi sekali lagi demi tuntutan profesi yang begitu mulia akhirnya suara itu keluar juga..malu yang segede gunung itu akhirnya terkalahkan..Dasyat kan??!!.
Acara ketiga menulis dan membaca, nah yang ini ga’ ada kendala yang begitu bearti, Cuma siapin amunisi dan membujuk anak-anak yang ga’ mood . Just it!!.Acara keempat sholat dhuha dan makan...sukses!!.Acara terakhir, doa pulang dan lagu-lagu penghantar pulang...Yah..nyanyi lagi deh...malu lagi nih..Begitulah akhirnya hari kedua yang penuh kesan dan perjuangan hati terlalui juga. Saya pulang dengan hati yang sama ”bahagianya” dengan hari sebelumnya sambil sesekali tersenyum. Kali ini bukan ”atraksi” anak –anak yang membuat tersenyum. Tapi justru karena ”kekikukan” saya menghadapi anak-anak di kelas.
Begitulah selanjutnya hari-hari mengajar anak-anak TK saya lalui dengan penuh suka cita. Ada hal menarik dan selalu dapat saya lupakan. Ketika berkumpul dengan anak-anak. Ya..sebagaimana yang dikemukakan oleh kebanyakan orang bahwa dunia anak sangatlah menarik, indah dan penuh warna. Itulah yang saya rasakan di sekolah ini, tawa-tawa riang, ceria, tanpa beban, usil, manja, cengeng dan ekspresi anak-anak lainnya.
Nyaris tak ada ekspresi susah seperti yang sering kita temui di wajah orang-orang dewasa seperti kita.
Dan kini saya merasa begitu menikmati tugas baru saya. Meski dengan ”uang jasa” yang tak besar, Tapi saya bahagia menjalaninya, karena bagi saya guru adalah pendidik sebuah generasi dan suasana di sini sangat mendukung ”ruhiyah” saya. Banyak fatner kerja yang sering memberi nasehat dan saling menguatkan satu sama lain sehingga kondisi keimanan lebih terjaga. Bukankah itu jauh lebih bearti dari sekedar uang kan??!
Awal Januari 2009..
Ketika hati semakin berat meninggalkannya....
0 komentar:
Posting Komentar